Seminar Nasional : “Digitalisasi Maritim dalam Pengembangan Ekonomi Biru Menuju Indonesia Emas 2045 " |
Demikian disampaikan Ketua
Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI), Hendra
Wiguna, saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional bertajuk
“Digitalisasi Maritim dalam Pengembangan Ekonomi Biru Menuju Indonesia Emas
2045” yang diadakan oleh Politeknik Bumi Akpelni, Rabu, (18/12/2024).
Ia mengungkapkan hingga saat
ini masyarakat pesisir masih dihantui oleh kemiskinan ekstrim dalam jumlah yang
sangat besar. Padahal masyarakat pesisir itu merupakan penghasil pangan.
Dengan demikian, menurut
Hendra bahwa program Ekonomi Biru yang digaungkan oleh Kementerian Kelautan
Perikanan (KKP) sejak perencanaan mengedepankan pelibatan masyarakat pesisir, khususnya
pelaku utama sektor kelautan perikanan yakni Nelayan, pembudidaya ikan,
petambak garam, pembudidaya rumput laut, pengolah dan pemasar ikan itu harus
dimasksimalkan. Begitupun dalam pelaksanaan dan evaluasi kinerja program atau
kebijakannya.
“Langkah selanjutnya,
mengutamakan kedaulatan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam untuk
memulihkan alam Indonesia,” terangnya.
Sementara itu, pada
kesempatan berbeda, Ketua KPPMPI Halmahera Selatan, Sahmir Kader juga menyoroti
tentang pengawasan sumberdaya kelautan perikanan yang belum merata. Alhasil,
masih banyak aktivitas oknum masyrakat yang merusak, mulai dari membuang sampah
ke laut hingga praktik penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (Bom) atau Destructive
Fishing.
“Adanya oknum nelayan yang
menggunakan bom untuk menangkap ikan, menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan
memusnahkan bibit ikan. Hal ini akhirnya menyebabkan penurunan hasil tangkapan
nelayan tradisional,” ujarnya.
Samir mengaku aktivitas
pengeboman ikan pernah disaksikannya pada beberapa desa di Kabuputan Halmahera
Selatan, Maluku Utara, diantranya Pulau Gafi, Siko, Laigoma dan sekitarnya.
“Karena penggunaan bom
tersebut, karang banyak yang mati. Ada upaya nelayan pancing ikan dasar untuk
mencegah, namun pengebom ikan tersebut menggunakan kapal yang kecepatanya jauh
diatas rata-rata kapal nelayan kecil. Selain itu, di kapal mereka juga masih
banyak bom, sehingga menyebabkan nelayan setempat takut untuk mendekat ataupun
melarang aktivitas tersebut,” jelasnya.
Samir bilang, nelayan di
Maluku Utara berharap pengawasan di laut harus rutin dilakukan oleh pihak
terkait untuk menjaga keberlanjutan. Ia juga meminta Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat bersikap tegas dan benar-benar memperhatikan nelayan.
“Inginnya kami pendapatan dari hasil melaut tiap tahun meningkat tidak menurun. Atau paling tidak, pemerintah memberikan perhatian kepada nelayan kecil, jangan menelantarkannya. Sehingga kami tidak merasa sendiri berjuang memenuhi kebutuhan penghidupan dan menjamin terpenuhi pangan bergizi dalam negeri,” tandasnya.